Minggu, 31 Maret 2013

Bab 3 Hak Asasi Manusia


Bab 3 : Hak Asasi Manusia (Kewarganegaraan)
Kelompok 1
Ajeng Kusuma Wardani (10211492)
Septy Ariyani (16211677)
Nur Amalia W (15211383)
Eneus Muliya Asih (12211432)
Halimatus Sadiyah (13211152)
Sentiana Hutasoit (18211734)
Satria Mandala (16211622)
Mario Ignatius (14211254)

A.   Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia pertama kali muncul sebagai hasil dari Ravolusi Perancis tahun 1789, yang membebaskan warga negara Perancis dari kekuasaan raja sebagai penguasa tunggal. Istilah yang digunakan adalah Droit de I’homme yang berarti hak manusia.

DEFINISI HAM (HAK ASASI MANUSIA) menurut para ahli :
a.    Menurut John Locke :
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
b.    Menurut Jack Donnely :
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
c.    Menurut Meriam Budiardjo :
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
d.    Menurut Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Ada 3 hak asasi manusia yang paling fundamental (pokok) dalam kehidupan sehari - hari, yaitu :
a.    Hak Hidup (life)
b.    Hak Kebebasan (liberty)
c.    Hak Memiliki (property)

Adapun macam-macam hak asasi manusia dapat digolongkan sebagai berikut :
a.    Hak asasi pribadi, yaitu hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia.
Contohnya : hak beragama, hak menentukan jalan hidup, dan hak bicaara.
b.    Hak asasi politik, yaitu yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contohnya : hak mengeluarkan pendapat, ikut serta dalam pemilu, berorganisasi.
c.    Hak asasi ekonomi, yaitu hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian.
Contohnya : hak memiliki barang, menjual barang, mendirikan perusahaan/berdagang, dan lain-lain.
d.    Hak asasi budaya, yaitu hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat.
Contohnya : hak mendapat pendidikan, hak mendapat pekerjaan, hak mengembangkan seni budaya, dan lain-lain.
e.    Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dah pemerintahan, yaitu hak yang berkaiatan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan.
Contohnya : hak mendapat perlindungan hukum, hak membela agama, hak menjadi pejabat pemerintah, hak untuk diperlakukan secara adil, dan lain-lain.
f.     Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan.
Contohnya : dalam penyelidikan, dalam penahanan, dalam penyitaan, dan lain-lain.
Hukum HAM di Era Orde Lama

Pada tahun 1945 hingga sekitar tahun 1950-an pemerintahan Indonesia senantiasa melaksanakan pemerintahan yang demokratis dan menghormati HUkum HAM. Berbagai maklumat yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada masa-masa itu mencerminkan kebijakan yang demokratis dan penghormatan hak-hak asasi manusia.
Situasi tersebut kemudian berubah setelah dilaksanakannya dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai awal dilaksanakannya demokrasi terpimpin. Terjadi degradasi politik dan muncul ketimpangan ekonomi serta kemiskinan rakyat dimana-mana. Kebebasan hak politik dan hak sipil kemudian dikekang. Inilah kemudian yang menjadi bukti bahwa lemahnya pondasi UUD 1945 dalam memberikan jaminan terhadap perlindungan hukum  HAM telah menyebabkan terjadinya kesewenang-wenangan oleh kekuasaan.

Hukum HAM pada Era Orde Baru

Kondisi Hukum HAM di Indonesia pada masa kekuasaan pemerintahan Orde Baru tentu saja menjadi lebih parah. Pada masa orde baru pemerintahan telah mengekang hak berserikat, hak berekspresi dan hak berpendapat. Selain itu, pemerintahan orde baru juga melakukan eliminasi dan mereduksi konsep HAM serta melakukan pembunuhan dan penghilangan orang secara paksa.
Pengekangan terhadap hak berserikat, berekspresi dan berorganisasi tersebut dapat dilihat dalam kebijakan orde baru yang menyederhanakan partai poiltik dengan cara meleburkan sejumlah partai politik. Selain itu dilakukan kntrol yang ketat terhadap media massa dan organisasi-organisasi sosial serta mahasiswa.
Eliminasi dan reduksi terhadap konsep Hukum HAM dijalankan dengan cara menjadikan pennafsirannya terhadap Pancasilan dan UUD 1945 sebagai satu-satunya ideologi dan cara pandang yang benar. Hukum dan HAM adalah sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Konsepsi Hukum HAM yang bersifat universal adalah berasal dari barat yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pembunuhan dan penghilangan orang secara paksa sebagai wujud nyata pelanggaran HAM juga terjadi pada masa orde baru. Hal ini dapat dilihat dalam kasus pembuhan terhadap mereka yang dianggap PKI baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu pula dalam beberapa kasus pelanggaran HAM seperti yang terjadi dalam Peristiwa Tanjung Priok, Talangsari serta kasus-kasus pembunuhan yang terjadi dalam operasi militer di Aceh dan  Papua.
Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru “membekukan” pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan: 1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.

Data-Data Kasus Pelanggaran HAM Semasa Orde Baru

Sungguh begitu miris jika mengingat perjalanan bangsa yang penuh luka dan darah. Berbagai pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965 dan masa pemerintahan order baru. Pelanggaran tersebut antara lain:
1965  
·         Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh Jendral Angkatan Darat.
·         Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia . Aparat keamanan terlibat aktif maupun pasif dalam kejadian ini.
1966
·         Penahanan dan pembunuhan tanpa pengadilan terhadap PKI terus berlangsung, banyak yang tidak terurus secara layak di penjara, termasuk mengalami siksaan dan intimidasi di penjara.
·         Dr. Soumokil, mantan pemimpin Republik Maluku Selatan dieksekusi pada bulan Desember.
·         Sekolah- sekolah Cina di Indonesia ditutup pada bulan Desember.
1967
·         Koran-koran berbahasa Cina ditutup oleh pemerintah.
·         April, gereja- gereja diserang di Aceh, berbarengan dengan demonstrasi anti Cina di Jakarta .
·         Kerusuhan anti Kristen di Ujung Pandang.
1969
·         Tempat Pemanfaatan Pulau Buru dibuka, ribuan tahanan yang tidak diadili dikirim ke sana .
·         Operasi Trisula dilancarkan di Blitar Selatan.
·         Tidak menyeluruhnya proses referendum yang diadakan di Irian Barat, sehingga hasil akhir jajak pendapat yang mengatakan ingin bergabung dengan Indonesia belum mewakili suara seluruh rakyat Papua.
·         Dikembangkannya peraturan- peraturan yang membatasi dan mengawasi aktivitas politik, partai politik dan organisasi kemasyarakatan. Di sisi lain, Golkar disebut- sebut bukan termasuk partai politik.
1970
·         Pelarangan demo mahasiswa.
·         Peraturan bahwa Korpri harus loyal kepada Golkar.
·         Sukarno meninggal dalam ‘tahanan’ Orde Baru.
·         Larangan penyebaran ajaran Bung Karno.
1971
·         Usaha peleburan partai- partai.
·         Intimidasi calon pemilih di Pemilu ’71 serta kampanye berat sebelah dari Golkar.
·         Pembangunan Taman Mini yang disertai penggusuran tanah tanpa ganti rugi yang layak.
·         Pemerkosaan Sum Kuning, penjual jamu di Yogyakarta oleh pemuda- pemuda yang di duga masih ada hubungan darah dengan Sultan Paku Alam, dimana yang kemudian diadili adalah Sum Kuning sendiri. Akhirnya Sum Kuning dibebaskan.
1972
·         Kasus sengketa tanah di Gunung Balak dan Lampung.
1973
·         Kerusuhan anti Cina meletus di Bandung .
1974
·         Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran- pembakaran pada peristiwa Malari. Sebelas pendemo terbunuh.
·         Pembredelan beberapa koran dan majalah, antara lain ‘Indonesia Raya’ pimpinan Muchtar Lubis.
1975
·         Invansi tentara Indonesia ke Timor- Timur.
·         Kasus Balibo, terbunuhnya lima wartawan asing secara misterius.
1977
·         Tuduhan subversi terhadap Suwito.
·         Kasus tanah Siria- ria.
·         Kasus Wasdri, seorang pengangkat barang di pasar, membawakan barang milik seorang hakim perempuan. Namun ia ditahan polisi karena meminta tambahan atas bayaran yang kurang dari si hakim.
·         Kasus subversi komando Jihad.
1978
·         Pelarangan penggunaan karakter-karakter huruf Cina di setiap barang/ media cetak di Indonesia.
·         Pembungkaman gerakan mahasiswa yang menuntut koreksi atas berjalannya pemerintahan, beberapa mahasiswa ditahan, antara lain Heri Ahmadi.
·         Pembredelan tujuh surat kabar, antara lain Kompas, yang memberitakan peristiwa di atas.
1980
·         Kerusuhan anti Cina di Solo selama tiga hari. Kekerasan menyebar ke Semarang , Pekalongan dan Kudus.
·         Penekanan terhadap para penandatangan Petisi 50. Bisnis dan kehidupan mereka dipersulit, dilarang ke luar negeri.
1981
·         Kasus Woyla, pembajakan pesawat garuda Indonesia oleh muslim radikal di Bangkok. Tujuh orang terbunuh dalam peristiwa ini.
1982
·         Kasus Tanah Rawa Bilal.
·         Kasus Tanah Borobudur . Pengembangan obyek wisata Borobudur di Jawa Tengah memerlukan pembebasan tanah di sekitarnya. Namun penduduk tidak mendapat ganti rugi yang memadai.
·         Majalah Tempo dibredel selama dua bulan karena memberitakan insiden terbunuhnya tujuh orang pada peristiwa kampanye pemilu di Jakarta . Kampanye massa Golkar diserang oleh massa PPP, dimana militer turun tangan sehingga jatuh korban jiwa tadi.
1983
·         Orang- orang sipil bertato yang diduga penjahat kambuhan ditemukan tertembak secara misterius di muka umum.
·         Pelanggaran gencatan senjata di Tim- tim oleh ABRI.
1984
·         Berlanjutnya Pembunuhan Misterius di Indonesia.
·         Peristiwa pembantaian di Tanjung Priuk terjadi.
·         Tuduhan subversi terhadap Dharsono.
·         Pengeboman beberapa gereja di Jawa Timur
1985
·         Pengadilan terhadap aktivis-aktivis islam terjadi di berbagai tempat di pulau Jawa.
1986
·         Pembunuhan terhadap peragawati Dietje di Kalibata. Pembunuhan diduga dilakukan oleh mereka yang memiliki akses senjata api dan berbau konspirasi kalangan elit.
·         Pengusiran, perampasan dan pemusnahan Becak dari Jakarta.
·         Kasus subversi terhadap Sanusi.
·         Ekskusi beberapa tahanan G30S/ PKI.
1989
·         Kasus tanah Kedung Ombo.
·         Kasus tanah Cimacan, pembuatan lapangan golf.
·         Kasus tanah Kemayoran.
·         Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peritiwa ini dikenal dengan dengan peristiwa Talang sari.
·         Bentrokan antara aktivis islam dan aparat di Bima.
·         Badan Sensor Nasional dibentuk terhadap publikasi dan penerbitan buku. Anggotanya terdiri beberapa dari unsur intelijen dan ABRI.
1991
·         Pembantaian di pemakaman Santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda-pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya. 200 orang meninggal.
1992
·         Keluar Keppres tentang Monopoli perdagangan cengkeh oleh perusahaan-nya Tommy Suharto.
·         Penangkapan Xanana Gusmao.
1993
·         Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993
1994
·         Tempo, Editor dan Detik dibredel, diduga sehubungan dengan pemberita-an kapal perang bekas oleh Habibie.
1995
·         Kasus Tanah Koja.
·         Kerusuhan di Flores.
1996
·         Kerusuhan anti Kristen diTasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa ini terjadi pada 26 Desember 19962. Kasus tanah Balongan.
·         Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Muara Enim mengenai pencemaran lingkungan.
- Sengketa tanah Manis Mata.
·         Kasus waduk Nipah di madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka.
·         Kasus penahanan dengan tuduhan subversi terhadap Sri Bintang Pamung-kas berkaitan dengan demo di Dresden terhadap pak Harto yang berkun-jung di sana.
·         Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja dibakar.
·         Penyerangan dan pembunuhan terhadap pendukung PDI pro Megawati pada tanggal 27 Juli.
·         Kerusuhan Sambas–Sangualedo. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Desember 1996.
1997
·         Kasus tanah Kemayoran.
·         Kasus pembantaian mereka yang diduga pelaku Dukun Santet di Jawa Timur.
1998
·         Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus, aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan diperkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13 – 15 Mei 1998.
·         Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di jakarta , dua hari sebelum kerusuhan Mei.3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demonstrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13 – 14 November 1998 dan dikenal sebagai tragedi Semanggi I.
Hukum HAM Pasca Orde Baru
Pemerintahan B.J Habibie bersama dengan Kabinet Reformasi yang dibentuknya memberikan harapan baru bagi penegakan Hukum HAM di Indonesia. Pemerintahan B.J Habibie melaksanakan beberapa langkah strategis, diantaranya membuka sistem politik, menunjukkan kemauan politik untuk memberikan perlindungan HAM, menghentikan KKN, menghapus Dwi Fungsi ABRI serta melaksanakan pemilihan umum yang demokratis dan berbagai macam langkah strategis lainnya.
·         Harapan terhadap perbaikan kondisi hukum HAM di Indonesia mulai mewujud tatkala MPR sepakat untuk memasukkan HAM dalam Bab XA yang memuat 10 Pasal mengenai HAM pada amandemen kedua UUD 1945. Meski demikian, pengaturan mengenai Hukum HAM dalam UUD 1945 kembali mengulang sejarah seperti yang dialami dalam BPUPKI dimana terjadi perdebatan dan tarik ulur kepentingan politik pendukung orde baru yang cemas akan kuatnya tuntutan untuk menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang pernah terjadi pada masa orde baru.
·         Sekali lagi Hukum HAM pada era reformasi dikompromikan dan hasilnya dapa kita lihat dalam Perubahan kedua UUD 1945, Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
·         Saat ini juga telah dibentuk berbagai institusi yang mendukung penegakan dan perlindungan HAM. Kita tentunya masih berharap banyak untuk terwujudnya penguatan Hukum HAM di Indonesia. Demikian semoga artikel mengenai hukum HAM ini bermanfaat.





PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA

Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )

Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.

  Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)

Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum terpelajar  di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya sebagai berikut :
Ø  Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Ø   Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø  Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø  Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø  Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø  Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

  Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda

Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia merdeka.

B.    Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

  Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM. Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.

  Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)

Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.

  Periode 1959 – 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

  Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)

Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

  Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)

Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional. Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.
            Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
            Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto, namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
            Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini. Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan perundangan menjadi topik sehari-hari.
            Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses pengakan HAM.

www.studentsite.gunadarma.ac.id