WAWASAN NASIONAL INDONESIA
Oleh, kelompok 1:
Ajeng Kusuma Wardani (10211492)
Septy Ariyani (16211677)
Nur Amalia W (15211383)
Eneus Muliya Asih (12211432)
Halimatus Sadiyah (13211162)
Sentiana Hutasoit (18211734)
Satria Mandala (16211632)
Mario Ignatius (14211254)
Ø Latar belakang
filosofis dari Wawasan Nusantara
Latar belakang filosofi
sebagai dasar pemikiran dan pembinaan nasional Indonesia ditinjau dari :
1. Pemikiran berdasarkan falsafah
Pancasila
Manusia
Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak dan daya
pikir, sadar akan keberadaannya yang serba terhubung dengan sesama, lingkungan,
alam semesta dan dengan Penciptanya. Kesadaran ini menumbuhkan cipta, karsa dan
karya untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi
ke generasi. Adanya kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia
Indonesia memiliki motivasi demi terciptanya suasana damai dan tentram menuju
kebahagiaan serta demi terselenggaranya keteraturan dalam membina hubungan
antar sesamanya.
Dengan
demikian nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang
dalam hati sanubari dan kesadaran bangsa Indonesia, termasuk didalam menggali
dan mengembangkan Wawasan Nasional.
Wawasan
Nasional merupakan pancaran dari Pancasila oleh karena itu menghendaki
terciptanya persatuan dan kesatuan dengan tidak menghilangkan ciri, sifat dan
karakter dari kebhinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis dan
golongan).
2. Pemikiran berdasarkan aspek
kewilayahan
Dalam
kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu fenomena yang mutlak diperhatikan
dan diperhitungkan baik fungsi maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku
negara ybs.
Wilayah
Indonesia pada saat merdeka masih berdasarkan peraturan tentang wilayah
teritorial yang dibuat oleh Belanda yaitu “Territoriale Zee en Maritieme
Kringen Ordonantie 1939” (TZMKO 1939), dimana lebar laut wilayah/teritorial
Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah masing-masing pulau
Indonesia.
TZMKO
1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab antara satu pulau dengan
pulau yang lain menjadi terpisah- pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957
pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
a. Segala perairan disekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia.
b. Lalu-lintas
yang damai di perairan pedalaman bagi kapal- kapal asing dijamin selama dan
sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara
Indonesia.
c. Batas
laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan
titik-titik ujung yang terluar pada pulau- pulau negara Indonesia.
Sebagai
negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada wilayah
daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan
bangsa dan negara.
Luas
wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut
Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum
Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982. Wilayah perairan
laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona
Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
a. Zona
Laut Teritorial
Batas
laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar
ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan,
sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di
tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak
antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis
dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau
terluar.
Sebuah
negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi
mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun
di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi
Undang-Undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona
Landas Kontinen
Landas
Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan
lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter.
Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen
Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun
batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200
mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan
kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar
masing-masing negara.
Di
dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan
sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur
pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.
c. Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona
Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka
diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia
mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona
ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di
bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip- prinsip Hukum Laut
Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara
dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis
yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu
sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui
Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke- 3 tahun 1982, pokok-pokok
negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan
dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea)
atau konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia
meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993
Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif
(hukum yang sedang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya
UNCLOS 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan
kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas
Kontinen Indonesia. Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan
kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam
memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan
pertahanan keamanan.
Ruang
udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak
yurisdiksi. Ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan
ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sebagian
besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah meratifikasi Konvensi Geneva
1944 (Convention on International Civil Aviation) sehingga kita menganut
pemahaman bahwa setiap negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif
terhadap ruang udara di atas wilayahnya, dan tidak dikenal adanya hak lintas
damai. Jadi tidak satu pun pesawat udara asing diperbolehkan melalui ruang
udara nasional suatu negara tanpa izin negara yang bersangkutan.
3. Pemikiran berdasarkan Aspek Sosial
Budaya
Budaya/kebudayaan
secara etimologis adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan budi
manusia. Kebudayaan diungkapkan sebagai cita, rasa dan karsa (budi, perasaan,
dan kehendak).
Sosial
budaya adalah faktor dinamik masyarakat yang terbentuk oleh keseluruhan pola
tingkah laku lahir batin yang memungkinkan hubungan sosial diantara
anggota-anggotanya.
Secara
universal kebudayaan masyarakat yang heterogen mempunyai unsur-unsur yang sama
:
-
sistem
religi dan upacara keagamaan
-
sistem masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan
-
sistem pengetahuan
-
bahasa
-
keserasian
-
sistem mata pencaharian
-
sistem teknologi dan peralatan
Sesuai
dengan sifatnya, kebudayaan merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi
masyarakat ybs, artinya setiap generasi yang lahir dari suatu masyarakat dengan
serta merta mewarisi norma-norma budaya dari generasi sebelumnya. Warisan
budaya diterima secara emosional dan bersifat mengikat ke dalam (Cohesivness)
sehingga menjadi sangat sensitif.
Berdasar
ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi geografi, masyarakat
Indonesia sangat heterogen dan unik sehingga mengandung potensi konflik yang
sangat besar, terlebih kesadaran nasional masyarakat yang relatif rendah
sejalan dengan terbatasnya masyarakat terdidik.
Besarnya
potensi antar golongan di masyarakat yang setiap saat membuka peluang
terjadinya disintegrasi bangsa semakin mendorong perlunya dilakukan proses
sosial yang akomodatif. Proses sosial tersebut mengharuskan setiap kelompok
masyarakat budaya untuk saling membuka diri, memahami eksistensi budaya
masing-masing serta mau menerima dan memberi.
Proses
sosial dalam upaya menjaga persatuan nasional sangat membutuhkan kesamaan
persepsi atau kesatuan cara pandang diantara segenap masyarakat tentang
eksistensi budaya yang sangat beragam namun memiliki semangat untuk membina
kehidupan bersama secara harmonis.
4. Pemikiran berdasarkan aspek
kesejarahan
Perjuangan
suatu bangsa dalam meraih cita-cita pada umumnya tumbuh dan berkembang akibat
latar belakang sejarah. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit landasannya adalah
mewujudkan kesatuan wilayah, meskipun belum timbul rasa kebangsaan namun sudah
timbul semangat bernegara. Kaidah- kaidah negara modern belum ada seperti
rumusan falsafah negara, konsepsi cara pandang dsb. Yang ada berupa slogan-
slogan seperti yang ditulis oleh Mpu Tantular yaitu Bhineka Tunggal Ika.
Penjajahan
disamping menimbulkan penderitaan juga menumbuhkan semangat untuk merdeka yang
merupakan awal semangat kebangsaan yang diwadahi Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah
Pemuda (1928).
Wawasan Nasional Indonesia diwarnai oleh
pengalaman sejarah yang menginginkan tidak terulangnya lagi perpecahan dalam
lingkungan bangsa yang akan melemahkan perjuangan dalam mengisi kemerdekaan
untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai hasil kesepakatan
bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.
Ø Dasar Pemikiran Wawasan Nasional Indonesia
Bangsa
Indonesia dalam menentukan wawasan nasional mengembangkan dari kondisi nyata.
Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman kekuasan dari bangsa Indonesia
yang terdiri dari latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Ø Implementasi
Wawasan Nusantara
Penerapan
Wawasan Nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak
yang senantiasa mendahulukan kepentingan negara.
a. Implementasi
dalam kehidupan politik, adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang
sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi
dalam kehidupan Ekonomi, adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar
menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
merata dan adil.
c. Implementasi
dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah
yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai
kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi
dalam kehidupan Pertahanan Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta tanah
air dan membentuk sikap bela negara pada setiap WNI.